Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar belakangi pemikiran bahwa kekuasaan - kekuasaan pada sebuah pemerintahan yang berdaulat tidak dapat diserahkan kepada orang yang sama dan harus dipisahkan menjadi dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih terjamin.
Konsep tersebut untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Filsuf Inggris John Locke mengemukakan konsep tersebut dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang telah dimenangkan oleh Parlemen Inggris.
Menurut Locke, kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain; kekuasaan legislatif yang membuat peraturan dan Undang-Undang; kekuasaan eksekutif yang melaksanakan Undang-Undang dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili; dan kekuasaan federatif yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain (dewasa ini disebut hubungan luar negeri).
Selanjutnya, pada 1748, seorang pemikir politik Perancis bernama Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu (18 Januari 1689 – 10 Pebruari 1755), atau lebih dikenal dengan Montesquieu, yang hidup pada Era Pencerahan (Inggris : Enlightenment) kemudian mengembangkan konsep Locke tersebut lebih jauh dalam bukunya L'Esprit des Lois (The Spirit of Laws), yang ditulisnya setelah dia melihat sifat despotis (sewenang-wenang) dari raja-raja Bourbon di Prancis. Dia ingin menyusun suatu sistem pemerintahan dimana warga negaranya akan merasa lebih terjamin hak-haknya.
Dalam uraiannya, Montesquieu membagi kekuasaan dalam pemerintahan menjadi tiga cabang yang menurutnya haruslah terpisah satu sama lain; kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat Undang-Undang), kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang, tetapi oleh Montesquieu diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri), dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-Undang). Hal ini adalah untuk mewujudkan tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip check and balance. Teori ini kemudian di kembangkan oleh C.F Strong dalam bukunya Modern Political Constitution.
Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu dimaksudkan untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa satu orang/lembaga akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat padanya. Oleh karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya. (Montesquieu, The Spirit of Laws, edited by David Wallacea Carrithers, University of California Press, 1977).
Montesquieu juga menekankan bahwa kebebasan akan kehilangan maknanya, tatkala kekuasaan eksekutif dan legislatif terpusat pada satu orang atau satu badan yang menetapkan Undang-Undang dan menjalankannya secara sewenang-wenang. Demikian pula, kebebasan akan tak bermakna lagi bila pemegang kekuasaan menghimpun kedua kekuasaan tersebut dengan kekuasaan yudikatif. Seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu, akan merupakan malapetaka bila satu orang atau badan memegang sekaligus ketiga kekuasaan tersebut dalam suatu masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar